RINGKASAN
Masalah gizi mikro utama
di Indonesia diantaranya adalah Gangguan akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY merupakan salah satu
permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai
penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain gondok, kretenisme, reterdasi mental dll. Iodium merupakan zat gizi
esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon tirokin. Apabila jumlah iodium
yang tersedia tidak mencukupi, produksi tiroksin menurun, akibatnya sekresi
triglobulin oleh sel tiroid meningkat yang menyebabkan kelenjar membesar dan
terjadi hiperplasia yang mengakibatkan gondok (Cahyadi, 2004).
Defisiensi iodium
memberikan berbagai gambaran klinik, yang kesemuanya disebut Iodium Deficiency Deseases (IDD), atau
Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI). Salah satu untuk mencegah GAKY adalah dengan
fortifikasi makanan dengan iodium. Iodisasi garam menjadi metode paling umum
yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia, sebab garam merupakan bahan
pangan yang murah, mudah didapat dan dikonsumsi setiap hari oleh seluruh
lapisan masyarakat disegala tingkat ekonomi. Iodat lebih stabil dalam garam
murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembapan) yang buruk, tidak
menyebabkan perubahan warna dan rasa garam.
I.
PENDAHULUAN
Masalah kekurangan
zat gizi mikro merupakan fenomena yang sangat jelas menunjukkan rendahnya
asupan zat gizi dari menu sehari-hari. Indonesia sampai sekarang masih
menghadapi masalah gizi mikro. Masalah gizi mikro utama di Indonesia
diantaranya adalah Gangguan akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang
sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu
kesehatan antara lain gondok,
kretenisme, reterdasi mental dll.
Beberapa negara
menetapkan target untuk menghilangkan kekurangan zat gizi mikro pada tahun 2000.
Tujuan dasar dari semua program-program zat gizi mikro nasional adalah untuk
manjamin bahwa zat gizi mikro
yang dibutuhkan tersedia dan dikonsunsi dalam jumlah yang cukup, oleh penduduk
(terutama penduduk yang rentan terhadap kekurangan zat gizi mikro tersebut).
Strategi-strategi yang digunakan
harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus menggunakan sistem dan teknologi
yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian ASI, modifikasi
makanan (misalnya meningkatkan ketersediaan pangan dan meningkatkan konsumsi
pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi.
Fortifikasi
pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizi mikro adalah salah satu
strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status mikronutrien
pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi
yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari
fortifikasi pangan adalah pencegahan detisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya
gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis.
Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan
mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.
II.
KEKURANGAN IODIUM
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru,
namun masalah ini tetap aktual terutama di negara-negara berkembang
seperti halnya Indonesia. Kehidupan manusia tak dapat dipisahkan dari masalah
kekurangan konsumsi pangan, sehingga sering ditemukan ketidakmampuan masyarakat
dalam hal pengelolaan makanan yang baik sesuai dengan standar gizi kesehatan. Salah
satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan salah
satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.
Status gizi yang baik tersebut berkaitan dengan
pemenuhan zat gizi yang dikonsumsi masyarakat khususnya zat gizi mikro.
Kekurangan akan tiga jenis zat gizi mikro (micronutrient)
yaitu iodium, besi, dan vitamin A secara luas menimpa lebih dari sepertiga
penduduk dunia. Konsekuensi serius dari kekurangan tersebut terhadap individu
dan keluarga termasuk ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan
produktivitas kerja, kesakitan, dan bahkan kematian.
Yodium merupakan mineral
yang termasuk unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat sedikit di dalam
tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg. Itulah
sebabnya yodium
sering disebut sebagai mineral mikro atau trace
element. Manusia tidak dapat membuat unsur yodium dalam tubuhnya seperti membuat
protein atau gula. Manusia harus mendapatkan yodium dari luar tubuhnya (secara alamiah),
yakni melalui serapan dari yodium
yang terkandung dalam makanan dan minuman.
Kebutuhan
tubuh akan yodium
rata-rata mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi menganjurkan konsumsi yodium per hari berdasarkan kelompok
umur. Sesungguhnya kebutuhan terhadap yodium
sangat kecil, pada orang dewasa hanya 150 mikrogram (1 mikrogram = seperseribu
miligram).
Kebutuhan yodium setiap hari di dalam makanan yang
dianjurkan saat ini adalah:
1.
50 mikrogram
untuk bayi (12 bulan pertama)
2.
90 mikrogram
untuk anak (usia 2-6 tahun)
3.
120 mikrogram
untuk anak usia sekolah (usia 7-12 tahun)
4.
150 mikrogram
untuk dewasa (diatas usia 12 tahun)
5.
200 mikrogram
untuk ibu hamil dan menyusui.
Yodium merupakan zat gizi esensial bagi
tubuh, karena merupakan komponen dari hormon tirokin. Yodium dikonsentrasikan
di dalam kelenjar gondok (glandula thyroide) untuk dipergunakan dalam sintesa
hormon tiroksin. Hormon ini ditimbun dalam folikel kelenjar gondok,
terkonjugasi dengan protein (globulin), dan disebut trioglobulin, bila
diperlukan triglobulin dipecah dan terlepas, hormon tiroksin yang dikeluarkan
dari folikel kelenjar masuk ke dalam aliran darah (Sediaoetama, 2006). Apabila
jumlah yodium yang tersedia tidak mencukupi, produksi tiroksin menurun,
akibatnya sekresi triglobulin oleh sel tiroid meningkat yang menyebabkan
kelenjar membesar dan terjadi hiperplasia yang mengakibatkan gondok (Cahyadi,
2004).
Defisiensi yodium memberikan berbagai
gambaran klinik, yang kesemuanya disebut Iodium
Deficiency Deseases (IDD), atau Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). GAKY
dapat terjadi pada manusia baik pria maupun wanita. Kelompok pria yang
tergolong rentan GAKY adalah sampai dengan usia 20 tahun, sedangkan kelompok
wanita sampai dengan usia 49 tahun. Timbulnya gangguan dapat terjadi pada
manusia sejak masih janin dalam kandungan. Pada janin, kekurangan yodium dapat
mengakibatkan abortus spontan (keguguran), lahir mati, kelainan/kematian
perinatal, kematian bayi meningkat, bayi lahir kretin dan kelambatan
perkembangan gerak.
Pada anak remaja dapat mengakibatkan
gondok, hipotiroid, gangguan fungsi mental dan intelejensi, gangguan
perkembangan fisik dan kretin. Pada dewasa dapat mengakibatkan gondok dengan
segala komplikasinya, hipotiroid dan gangguan fungsi mental dan intelejensi.
Dampak yang ditimbulkan sudah tentu sangat besar dan luas. Apalagi kelompok
yang beresiko paling tinggi adalah wanita. Kekurangan yodium terutama bagi ibu hamil akan menagkibatkan bayi
atau janin yang dikandung akan mengalami gangguan
perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan
perkembangan fetus dan pasca lahir,
kematian
perinatal (abortus) meningkat, kemudian setelah bayi dilahirkan mempunyai berat
lahir rendah (BBLR) dan terdapat gangguan pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan bagi tubuh ibu hamil akan
mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid
(gondok). Ibu hamil yang ada di daerah
endemik GAKY akan melahirkan generasi penerus dengan
tingkat intelejensi rendah atau melahirkan
sumber daya manusia yang rendah.
Kekurangan intake yodium disebabkan
karena faktor lingkungan air dan tanah dengan kandungan yodium yang rendah
akibat yodium terkikis dari tanah, sehingga seluruh hewan dan tumbuhan yang
digunakan sebagai sumber bahan makanan bagi manusia akan kekurangan yodium
(Dirjen, 1999). Bahan makanan sumber yodium antara lain seafood, rumput laut, dan garam yang telah difortifikasi dengan yodium.
III.
FORTIFIKASI PANGAN
Tujuan dasar dari program zat gizi mikro nasional
adalah untuk menjamin bahwa zat gizi mikro yang dibutuhkan tersedia dan
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup oleh penduduk (terutama penduduk yang rentan
terhadap kekurangan zat gizi mikro tersebut). Strategi – strategi yang
digunakan harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus menggunakan sistem
yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian asi,
modifikasi makanan (meningkatkan ketersediaan dan konsumsi pangan), fortifikasi
pangan dan suplementasi. Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi)
dengan zat gizi.
Diantara strategi - strategi penghapusan GAKY untuk
jangka panjang adalah fortifikasi yodium. Fortifikasi yodium adalah penambahan
yodium dalam jumlah tertentu pada suatu produk pangan sedemikian rupa sehingga
produk tersebut dapat berfungsi sebagai sumber penyedia yodium, terutama bagi
masyarakat yang mengalami kekurangan yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara
suplementasi yodium kedalam berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti,
susu, gula dan air telah dicoba. Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang
dapat diterima oleh banyak negara di dunia, sebab garam merupakan bahan pangan
yang murah, mudah didapat dan dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan
masyarakat disegala tingkat ekonomi. Disamping itu, kadar dan cara konsumsi
garam bisa dikatakan hampir seragam, prosesnya sederhana dan tidak mahal.
Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida
(KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Iodat lebih stabil dalam garam murni pada
penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan
perubahan warna dan rasa garam. Negara-negara dengan program iodisasi garam,
efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan pravelensi GAKY
(Siagian, 2003). Penggunaan garam sebagai pangan tunggangan pada fortifikasi yodium
telah dilakukan secara nasional dan terbukti berhasil menanggulangi defisiensi
yodium.
Garam beriodium adalah suatu inovasi yang ditawarkan
kepada konsumen atau setiap keluarga untuk mencegah kekurangan iodium sebagai
upaya jangka panjang. Kualitas garam beriodium mengacu kepada Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 01-3556-2000 seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat
Mutu Garam Konsumsi Beriodium
Garam beriodium pertama kali digunakan di
Switzerland tahun 1920. Penggunaan garam beriodium di Indonesia dilakukan tahun
1927 di daerah Tengger dan Dieng. Wilayah Tengger dan Dieng merupakan daerah
pegunungan yang endemis GAKY
(Gangguan Akibat Kekurangan Yodium),
dibandingkan model penanggulangan GAKY
yang lain, penggunaan garam beriodium yang paling murah biayanya. Hal ini
disebabkan garam merupakan kebutuhan sehari-hari, tidak ada pengolahan makanan
yang tidak menggunakan garam.
IV.
PENUTUP
A. Simpulan
GAKY merupakan
salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan
berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain gondok, kretenisme, reterdasi mental dll. Diantara strategi -
strategi penghapusan GAKI untuk jangka panjang adalah fortifikasi yodium.
Fortifikasi yodium adalah penambahan
yodium dalam jumlah
tertentu pada suatu produk pangan sedemikian rupa sehingga produk tersebut
dapat berfungsi sebagai sumber penyedia yodium,
terutama bagi masyarakat yang mengalami kekurangan yodium. Garam beriodium adalah
suatu inovasi yang ditawarkan kepada konsumen atau setiap keluarga untuk
mencegah kekurangan yodium
sebagai upaya jangka panjang.
Fortifikasi
yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Iodat
lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan
(kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam. Iodisasi
garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak negara di
dunia, sebab garam merupakan bahan pangan yang murah, mudah didapat dan
dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan masyarakat disegala tingkat
ekonomi.
B. Saran
Untuk melakukan
fortifikasi yodium
disarankan tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa serta penggunaan garam
beriodium yang paling murah biayanya
bagi
masyarakat yang mengalami kekurangan yodium.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonym. 2010. Penyakit akibat kekurangan iodium.
(on-line) http://www.smallcrab.com/kesehatan/458-penyakit-akibat-kekurangan-yodium.
Diakses tanggal 30 April 2012.
Anonym. 2011. Gangguan akibat kekurangan yodium. (on-line)
http://www.scribd.com/doc/25831579/Gangguan-Akibat-Kekurangan-Yodium.
Diakses tanggal 30 April 2012.
DepKes RI. 2004. Rencana Aksi Nasional
Kesinambungan Program Penanggulangan GAKI. Jakarta: Hal 5.
Ditjen POM. (1979). Farmakope
Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hal: 694.
Siagan, A. 2003.
Pendekatan
Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Masalah Kekurangan Zat Gizi Mikro. On line. http://reporsitory.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar