Minggu, 13 Desember 2015

Fortifikasi Pangan : Kekurangan Iodium


RINGKASAN
Masalah gizi mikro utama di Indonesia diantaranya adalah Gangguan akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain gondok, kretenisme, reterdasi mental dll. Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon tirokin. Apabila jumlah iodium yang tersedia tidak mencukupi, produksi tiroksin menurun, akibatnya sekresi triglobulin oleh sel tiroid meningkat yang menyebabkan kelenjar membesar dan terjadi hiperplasia yang mengakibatkan gondok (Cahyadi, 2004).

Defisiensi iodium memberikan berbagai gambaran klinik, yang kesemuanya disebut Iodium Deficiency Deseases (IDD), atau Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI). Salah satu untuk mencegah GAKY adalah dengan fortifikasi makanan dengan iodium. Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia, sebab garam merupakan bahan pangan yang murah, mudah didapat dan dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan masyarakat disegala tingkat ekonomi. Iodat lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam.





                                                                                                                                                   I.      PENDAHULUAN
Masalah kekurangan zat gizi mikro merupakan fenomena yang sangat jelas menunjukkan rendahnya asupan zat gizi dari menu sehari-hari. Indonesia sampai sekarang masih menghadapi masalah gizi mikro. Masalah gizi mikro utama di Indonesia diantaranya adalah Gangguan akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain gondok, kretenisme, reterdasi mental dll.
Beberapa negara menetapkan target untuk menghilangkan kekurangan zat gizi mikro pada tahun 2000. Tujuan dasar dari semua program-program zat gizi mikro nasional adalah untuk manjamin bahwa zat gizi mikro yang dibutuhkan tersedia dan dikonsunsi dalam jumlah yang cukup, oleh penduduk (terutama penduduk yang rentan terhadap kekurangan zat gizi mikro tersebut). Strategi-strategi yang digunakan harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus menggunakan sistem dan teknologi yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian ASI, modifikasi makanan (misalnya meningkatkan ketersediaan pangan dan meningkatkan konsumsi pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi.
Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizi mikro adalah salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status mikronutrien pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan detisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.
                                                                                                                                 II.      KEKURANGAN IODIUM
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru, namun masalah ini tetap aktual  terutama di negara-negara berkembang  seperti halnya Indonesia. Kehidupan manusia tak dapat dipisahkan dari masalah kekurangan konsumsi pangan, sehingga sering ditemukan ketidakmampuan masyarakat dalam hal pengelolaan makanan yang baik sesuai dengan standar gizi kesehatan. Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.
Status gizi yang baik tersebut berkaitan dengan pemenuhan zat gizi yang dikonsumsi masyarakat khususnya zat gizi mikro. Kekurangan akan tiga jenis zat gizi mikro (micronutrient) yaitu iodium, besi, dan vitamin A secara luas menimpa lebih dari sepertiga penduduk dunia. Konsekuensi serius dari kekurangan tersebut terhadap individu dan keluarga termasuk ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan produktivitas kerja, kesakitan, dan bahkan kematian.
Yodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya yodium sering disebut sebagai mineral mikro atau trace element. Manusia tidak dapat membuat unsur yodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula. Manusia harus mendapatkan yodium dari luar tubuhnya (secara alamiah), yakni melalui serapan dari yodium yang terkandung dalam makanan dan minuman.
Kebutuhan tubuh akan yodium rata-rata mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi menganjurkan konsumsi yodium per hari berdasarkan kelompok umur. Sesungguhnya kebutuhan terhadap yodium sangat kecil, pada orang dewasa hanya 150 mikrogram (1 mikrogram = seperseribu miligram).



Kebutuhan yodium setiap hari di dalam makanan yang dianjurkan saat ini adalah:
1.      50 mikrogram untuk bayi (12 bulan pertama)
2.      90 mikrogram untuk anak (usia 2-6 tahun)
3.      120 mikrogram untuk anak usia sekolah (usia 7-12 tahun)
4.      150 mikrogram untuk dewasa (diatas usia 12 tahun)
5.      200 mikrogram untuk ibu hamil dan menyusui.
Yodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon tirokin. Yodium dikonsentrasikan di dalam kelenjar gondok (glandula thyroide) untuk dipergunakan dalam sintesa hormon tiroksin. Hormon ini ditimbun dalam folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein (globulin), dan disebut trioglobulin, bila diperlukan triglobulin dipecah dan terlepas, hormon tiroksin yang dikeluarkan dari folikel kelenjar masuk ke dalam aliran darah (Sediaoetama, 2006). Apabila jumlah yodium yang tersedia tidak mencukupi, produksi tiroksin menurun, akibatnya sekresi triglobulin oleh sel tiroid meningkat yang menyebabkan kelenjar membesar dan terjadi hiperplasia yang mengakibatkan gondok (Cahyadi, 2004).
Defisiensi yodium memberikan berbagai gambaran klinik, yang kesemuanya disebut Iodium Deficiency Deseases (IDD), atau Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).  GAKY dapat terjadi pada manusia baik pria maupun wanita. Kelompok pria yang tergolong rentan GAKY adalah sampai dengan usia 20 tahun, sedangkan kelompok wanita sampai dengan usia 49 tahun. Timbulnya gangguan dapat terjadi pada manusia sejak masih janin dalam kandungan. Pada janin, kekurangan yodium dapat mengakibatkan abortus spontan (keguguran), lahir mati, kelainan/kematian perinatal, kematian bayi meningkat, bayi lahir kretin dan kelambatan perkembangan gerak.
Pada anak remaja dapat mengakibatkan gondok, hipotiroid, gangguan fungsi mental dan intelejensi, gangguan perkembangan fisik dan kretin. Pada dewasa dapat mengakibatkan gondok dengan segala komplikasinya, hipotiroid dan gangguan fungsi mental dan intelejensi. Dampak yang ditimbulkan sudah tentu sangat besar dan luas. Apalagi kelompok yang beresiko paling tinggi adalah wanita. Kekurangan yodium terutama bagi ibu hamil akan menagkibatkan bayi atau janin yang dikandung akan mengalami gangguan perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal (abortus) meningkat, kemudian setelah bayi dilahirkan mempunyai berat lahir rendah (BBLR) dan terdapat gangguan pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan bagi tubuh ibu hamil akan mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid (gondok). Ibu hamil yang ada di daerah endemik GAKY akan melahirkan generasi penerus dengan tingkat intelejensi rendah atau melahirkan sumber daya manusia yang rendah.
Kekurangan intake yodium disebabkan karena faktor lingkungan air dan tanah dengan kandungan yodium yang rendah akibat yodium terkikis dari tanah, sehingga seluruh hewan dan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber bahan makanan bagi manusia akan kekurangan yodium (Dirjen, 1999). Bahan makanan sumber yodium antara lain seafood, rumput laut, dan garam yang telah difortifikasi dengan yodium.



                                                                                                                                III.      FORTIFIKASI PANGAN
Tujuan dasar dari program zat gizi mikro nasional adalah untuk menjamin bahwa zat gizi mikro yang dibutuhkan tersedia dan dikonsumsi dalam jumlah yang cukup oleh penduduk (terutama penduduk yang rentan terhadap kekurangan zat gizi mikro tersebut). Strategi – strategi yang digunakan harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus menggunakan sistem yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian asi, modifikasi makanan (meningkatkan ketersediaan dan konsumsi pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi. Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizi.
Diantara strategi - strategi penghapusan GAKY untuk jangka panjang adalah fortifikasi yodium. Fortifikasi yodium adalah penambahan yodium dalam jumlah tertentu pada suatu produk pangan sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat berfungsi sebagai sumber penyedia yodium, terutama bagi masyarakat yang mengalami kekurangan yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara suplementasi yodium kedalam berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti, susu, gula dan air telah dicoba. Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia, sebab garam merupakan bahan pangan yang murah, mudah didapat dan dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan masyarakat disegala tingkat ekonomi. Disamping itu, kadar dan cara konsumsi garam bisa dikatakan hampir seragam, prosesnya sederhana dan tidak mahal.
Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Iodat lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam. Negara-negara dengan program iodisasi garam, efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan pravelensi GAKY (Siagian, 2003). Penggunaan garam sebagai pangan tunggangan pada fortifikasi yodium telah dilakukan secara nasional dan terbukti berhasil menanggulangi defisiensi yodium.
Garam beriodium adalah suatu inovasi yang ditawarkan kepada konsumen atau setiap keluarga untuk mencegah kekurangan iodium sebagai upaya jangka panjang. Kualitas garam beriodium mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3556-2000 seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beriodium









Garam beriodium pertama kali digunakan di Switzerland tahun 1920. Penggunaan garam beriodium di Indonesia dilakukan tahun 1927 di daerah Tengger dan Dieng. Wilayah Tengger dan Dieng merupakan daerah pegunungan yang endemis GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium), dibandingkan model penanggulangan GAKY yang lain, penggunaan garam beriodium yang paling murah biayanya. Hal ini disebabkan garam merupakan kebutuhan sehari-hari, tidak ada pengolahan makanan yang tidak menggunakan garam.











                                                                                                                                                          IV.      PENUTUP
A.    Simpulan
GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain gondok, kretenisme, reterdasi mental dll. Diantara strategi - strategi penghapusan GAKI untuk jangka panjang adalah fortifikasi yodium.
Fortifikasi yodium adalah penambahan yodium dalam jumlah tertentu pada suatu produk pangan sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat berfungsi sebagai sumber penyedia yodium, terutama bagi masyarakat yang mengalami kekurangan yodium. Garam beriodium adalah suatu inovasi yang ditawarkan kepada konsumen atau setiap keluarga untuk mencegah kekurangan yodium sebagai upaya jangka panjang.
Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Iodat lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam. Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia, sebab garam merupakan bahan pangan yang murah, mudah didapat dan dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan masyarakat disegala tingkat ekonomi.

B.     Saran
Untuk melakukan fortifikasi yodium disarankan tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa serta penggunaan garam beriodium yang paling murah biayanya bagi masyarakat yang mengalami kekurangan yodium.






DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2010. Penyakit akibat kekurangan iodium. (on-line) http://www.smallcrab.com/kesehatan/458-penyakit-akibat-kekurangan-yodium. Diakses tanggal 30 April 2012.

Anonym. 2011. Gangguan akibat kekurangan yodium. (on-line) http://www.scribd.com/doc/25831579/Gangguan-Akibat-Kekurangan-Yodium. Diakses tanggal 30 April 2012.

Cahyadi, W. 2004. Peranan Iodium dalam Tubuh. (On line). www.pikiranrakyat.com. Diakses 1 Mei 2012

DepKes RI. 2004. Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program Penanggulangan GAKI. Jakarta: Hal 5.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal: 694.

Siagan, A. 2003. Pendekatan Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Masalah Kekurangan Zat Gizi Mikro. On line. http://reporsitory.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar