RINGKASAN
Tanaman jambu mete ( Anacardium
occidentale. L) merupakan tanaman perkebunan yang sedang berkembang di
Indonesia dan cukup menarik perhatian, hal ini karena pertama , tanaman jambu
mete dapat ditanam di lahan kritis sehingga persaingan lahan dengan komoditas
lain menjadi kecil dan dapat juga berfungsi tanaman konservasi, kedua tanaman
jambu mete merupakan komoditas ekspor, sehingga pasar cukup luas dan tidak
terbatas pada pasar domestik, ketiga usaha tani, perdagangn dan agroindustri
mete melibatkan banyak tenaga kerja.
Karena dianggap sebagai limbah, buah semu biasanya
dibuang begitu saja. Padahal buah semu sebenarnya bisa menghasilkan peluang
usaha jika diolah lebih lanjut
Kadar vitamin C nya cukup tinggi,
yaitu ( 147 – 372 mgr/ 100 gr ) kira –kira 5 kali vitamin C buah jeruk. Selain itu juga mengandung cukup vitamin B1, B2 dan niasin. Kandungan
mineralnya terutama unsur P terdapat dalam jumlah yang cukup., juga buahnya
mengadung karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari gula reduksi ( 6,7 –
10,6 % ) dan pektin serta bersifat Juicy karena banyak mengandung air.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan BPPT Bali,
pemberian pakan limbah mete terfermentasi bisa meningkatkan bobot ternak secara
signifikan. Dari nilai ekonomisnya, pemberian pakan tersebut bisa memberikan
keuntungan sebesar Rp. 32 ribu per 12 minggu atau sebesar Rp. 11 ribu per
bulannya untuk setiap ekor kambing jika dibandingkan dengan pemeliharaan secara
tradisional.
Hasil kajian penggunaan pupuk organik dari limbah kulit mete 2 ton/ha tanpa
menggunakan pupuk nitrogen (N) dan hanya menambahkan sebahagian pupuk P dan K
pada tanaman jagung varietas Bima-3 dan Sukmaraga dapat menghasilkan rata-rata
produktivitas 5,6 ton/ha
I.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tanaman jambu mete ( Anacardium
occidentale. L) merupakan tanaman perkebunan yang sedang berkembang di
Indonesia dan cukup menarik perhatian, hal ini karena pertama , tanaman jambu
mete dapat ditanam di lahan kritis sehingga persaingan lahan dengan komoditas
lain menjadi kecil dan dapat juga berfungsi tanaman konservasi, kedua tanaman
jambu mete merupakan komoditas ekspor, sehingga pasar cukup luas dan tidak
terbatas pada pasar domestik, ketiga usaha tani, perdagangn dan agroindustri
mete melibatkan banyak tenaga kerja.
Di Indonesia varietas jambu mete
umumnya dikenal berdasarkan warna buah semunya. Warna buah semu jambu mete
terdiri dari buah semu warna merah, kuning dan jingga, warna jingga diduga
berasal dari penyerbukan alamiah antara tanaman dengan buah semu warna merah
dan kuning.
Sebagai hasil/ produksi utama
tanaman mete adalah gelondong mente, hasil samping buah semu mente yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri rumah tangga yang sampai saat ini
belum banyak dimanfaatkan secara optimal.
Di Indonesia pemanfaatan buah semu
jambu mete masih sangat terbatas baik dalam jumlah maupun bentuk produksinya.
Pada beberapa daerah tertentu umumnya dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan
produk olahan tradisional. Diperkirakan,
dari produksi buah jambu mete hanya sekitar 20 % yang sudah dimanfaatkan secara
tradisional , misal dibuat rujak, dibuat abon dan sebagainya sedangkan sisanya
80 % masih terbuang sebagai limbah.
Rumusan
Masalah
Pengolahan biji jambu mete akan
menghasilkan limbah berupa buah semu dan kulit atau cangkang biji. Karena
dianggap sebagai limbah, bagaimanakah buah semu bisa menghasilkan peluang usaha
jika diolah lebih lanjut.
II.
STUDI
PUSTAKA
Jambu
monyet atau jambu mede atau jambu mete(Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman
dari sukuAnacardiaceae yang berasal dari Brasil dan memiliki "buah"
yang dapat dimakan. Yang lebih terkenal dari jambu mede adalah kacang mede, kacang mete atau kacang
mente; bijinya yang biasa dikeringkan dan digoreng untuk dijadikan
pelbagai macam penganan. Secara botani, tumbuhan ini sama sekali bukan anggota
jambu-jambuan (Myrtaceae) maupun kacang-kacangan (Fabaceae), melainkan malah
lebih dekat kekerabatannya dengan mangga (suku Anacardiaceae).
Dikenal juga dengan pelbagai nama
seperti jambu mèdè (Sd.); jambu mété atau jambu ménté
(Jw.); jhambu monyèt (Md.); jambu dwipa, jambu jipang, nyambu monyèt
(Bl.); nyambuk nyĕbèt (Sas.); jambu érang, jambu monyé (Mink.); jambu
dipa (Banj.); buwah monyet (Timor); buwah yaki (Manado); buwa
yakis, wo yakis (Sulut); buwa yaki (Ternate, Tidore); buwa jakis
(Galela); jambu daré, jambu masong (Mak.); jampu sèrĕng, jampu tapĕsi
(Bug.); dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris dinamakan cashew
(tree), yang diturunkan dari perkataan Portugis untuk menamai buahnya, caju,
yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari nama dalam bahasa Tupi, acajú.
Sementara nama marganya (Anacardium) merujuk pada bentuk buah semunya
yang seperti jantung terbalik (Sumber wikipedia Indonesia)
Pengembangan tanaman jambu mete di
Indonesia di mulai sekitar tahun 1975 melalui proyek kehutanan yang saat itu
ditujukan terutama untuk melindungi lahan kritis, dikembangan tanaman seluas
58.000 ha, tahun 1984 menjadi 196.000 ha. Tahun 2005 aereal tanaman mente di Indonesia ± 547.000 ha, yang tersebar di
21 provinsi, Sulawesi Tenggara 138.830 ha, Nusa Tenggara Timur 126.828 ha,
Sulawesi Selatan 70.467 ha, Jawa Timur 57.794 ha, Nusa Tenaggara Barat 46.196
ha, dan Jawa Tengah 30.815 ha.
Di Jawa Tengah
luas areal tanaman jambu mete kurang lebih 30.821 ha yang tersebar dibeberapa
kabupaten antara lain Wonogiri 17.500 ha, Sragen 1.852 ha, Karanganyar 1.720
ha, Blora 1.869 ha , Purworejo 1.364, Sukoharjo 1.214 ha, Jepara 1.542 dan
lainnya tersebar kabupatn Semarang, Batang , Grobogan, Rembang, Boyolali,
Pemalang, Kebumen.
Sebagai hasil/ produksi utama
tanaman mete adalah gelondong mente, hasil samping buah semu mente yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri rumah tangga yang sampai saat ini belum
banyak dimanfaatkan secara optimal.
Di Indonesia pemanfaatan buah semu
jambu mete masih sangat terbatas baik dalam jumlah maupun bentuk produksinya.
Pada beberapa daerah tertentu umumnya dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan
produk olahan tradisional. Diperkirakan,
dari produksi buah jambu mete hanya sekitar 20 % yang sudah dimanfaatkan secara
tradisional , misal dibuat rujak, dibuat abon dan sebagainya sedangkan sisanya
80 % masih terbuang sebagai limbah.
Ditinjau dari
segi nilai gizi dan komposisi kimianya, buah semu jambu mete merupakan salah
satu sumber vitamin dan mineral. Kadar vitamin C nya cukup tinggi, yaitu ( 147
– 372 mgr/ 100 gr ) kira –kira 5 kali vitamin C buah jeruk. Selain itu juga mengandung cukup vitamin B1, B2 dan niasin. Kandungan mineralnya
terutama unsur P terdapat dalam jumlah yang cukup., juga buahnya mengadung
karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari gula reduksi ( 6,7 – 10,6 % ) dan
pektin serta bersifat Juicy karena banyak mengandung air. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa buah semu jambu mete mempunyai potensi ekonomi yang cukup
tinggi, sehingga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman
seperti sari buah, selai, jelly, sirop,cuka , manisan dan dapat dibuat sebgai
lauk pauk abon.
Teknologi
pengolahan untuk membuat produk olahan dari buah semu jambu mete sebenarnya
telah tersedia, namun teknologi ini belum dimanfaatkan. Pengolahan buah jambu
mete akan memberikan nilai tambah dalam rangka meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani beserta keluarganya.
Hampir semua
bagian dari tanaman jambu mete dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Hasil
utama tanaman jambu mete adalah buahnya. Buah mete terdiri dari buah sejati
(biji/gelondong mete) dan buah semu. Produk utama yang diambil dari tanaman
jambu mete adalah bijinya (kacang mete), sedangkan buah semu jambu mete sering
dianggap sebagai produk ikutan. Bahkan bagi sebagian besar petani buah semu
seringkali dibuang begitu saja dan dianggap sebagai limbah jambu mete. Walaupun
demikian, buah semu jambu mete juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam
bahan makanan, misalnya untuk membuat jam, jelly, sirup, sari buah, serta
minuman.
III.
ANALISIS
DAMPAK LINGKUNGAN
Limbah pasti
akan berdampak negatif pada lingkungan hidup,
jika tidak ada pengolahan yang baik dan benar. Dengan adanya limbah padat
didalam linkungan hidup, maka dapat menimbulkan pencemaran, yaitu :
1. Timbulnya
gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan (CH4), C02, dan sebagainya. Gas
ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk, karena terdapat mikroorganisme. Adanya
musim hujan dan kemarau, terjadi proses pemecahan bahan organik oleh bakteri
penghancur dalam suasana aerob atau anaerob.
2. Dapat
menimbulkan penurunan kualitas udara, dalam sampah yang ditumpuk, akan terjadi
reaksi kimia seperti gas H2S, NH3,
dan methane yang jika melebihi NAB (Nilai
Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 50ppm dapat mengakibatkan
mabuk dan pusing.
3. Penurunan
kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam perairan atau
bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi keruh dan rasa
dari air pun berubah.
Kerusakan
permukaan tanah. Dari sebagian dampak-dampak limbah padat diatas, ada beberapa
dampak limbah yang lainnya yang ditinjau dari aspek yang berbeda secara umum.
Dampak limbah secara umum di tinjau dari dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi
adalah sebagai berikut
Dampak Lingkungan
Dampak pada lingkungan yang dapat terjadi apabila
limbah dari buah semu (atau daging buah
jambu mete) ini tidak dimanfaatkan akan menjadi sampah yang agak slit terurai
dan menjadi sampah begiu saja, sehingga apabila limbah jambu mete ini hanya di buang saja akan menjadi sarang
penyakit. Selain limbah dari tanaman mengeluarkan bau yang tidak sedap apabila
didiamkan selama berhari-hari, dan juga dapat mengurangi keindahan di
lingkungan sekitar.
Dampak
Sosial
Dampak sosial yang akan ditimbulkan dari limbah ini
yaitu akan mengganggu orang lain secara langsung maupun tidak langsung. Dampak
langsungnya yaitu seseorang akan mencium bau yang tidak sedap apabila melewati
daerah yang menjadi pembuangan dari limbah ini, selain itu dampak tidak
langsung yang akan ditimbulkan dari limbah ini yaitu menjadi sarang penyakit.
Bila limbah jagng ini dimanfaatkan akan mengurangi dampak sosial yang
ditimbulkan, salah satunya yaitu masyarakat sekitar tidak akan terganggu dengan
adanya bau yang ditimbulkan dari limbah tersebut dan juga dapat memperindah
lingkungan sekitar.
Dampak
Ekonomi
Dampak ekonomi dari limbah ini jika di olah kembali
tentu saja akan menguntungkan. Harga ekonomisnya akan meningkat seiring
penemuan baru yang telah di buat. Sebagai pakan ternak sampai bahan bakar dapat
di jual kembali dengan harga yang relatif terjangkau dan menambah nilai
ekonomis dari jambu mete itu untuk para petaninya.
IV.
PEMBAHASAN
Limbah Jambu
Mete Menjadi pakan Ternak
Buah semu bisa diolah menjadi pakan
ternak yang baik jika dilakukan proses fermentasi terlebih dulu. Proses ini
sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai gizi buah semu yang sebelumnya
rendah. Dengan proses fermentasi, kadar protein dan kalori bisa ditingkatkan
sedangkan kadar serat kasarnya bisa diturunkan. Jika diolah lebih lanjut, yakni
dengan mengeringkannya, buah semu bisa menjadi tepung dan bertahan hingga enam
bulan. Pakan berbentuk tepung dari buah semu jelas lebih praktis serta mudah
dalam penyimpanan, pengangkutan, dan pencampurannya ketika diberikan kepada
ternak. Dengan penepungan, stok pakan akan selalu tersedia di luar musim panen
sekalipun.
Prosedur fermentasi membutuhkan
mikroba tertentu agar prosesnya bisa berjalan efektif. Mikroba yang mampu
menghasilkan fermentasi terbaik dalam pengolahan limbah mete adalah jenis
Aspergillus Niger. Aspergillus Niger merupakan sejenis jamur yang bisa hidup dalam
kondisi ada oksigen (aerob) maupun tanpa oksigen (anaerob). Dengan demikian
penggunaan jamur ini dalam proses fermentasi akan membuat lebih praktis karena
proses fermentasi tidak harus berada dalam tempat yang tertutup rapat. Dengan
memperbanyak jumlah Aspergillus Niger, maka proses fermentasi akan berjalan
lebih efektif lagi.
Proses aktivasi dan pembiakan
Aspergillus Niger membutuhkan sejumlah bahan. Di antaranya adalah gula pasir,
urea, dan NPK, masing-masing sebesar 1% dari berat air. Jika diganti dengan
campuran gula pasir dan ekstrak tauge (kecambah kacang hijau), maka komposisi
masing-masing sebesar 2,5% dari berat air. Dengan proses pembiakan ini, dari 1
liter Aspergillus Niger bisa dikembangkan menjadi 200 liter.
Air yang dipergunakan pun juga harus
diperhatikan. Harus terjaga kebersihannya dan tidak mengandung kaporit
sebagaimana air PAM. Jika terpaksa menggunakan sungai ataupun air yang kotor,
maka harus dimasak terlebih dahulu hingga benar-benar mendidih. Hal ini
dimaksudkan untuk membunuh mikroba yang terdapat di dalamnya. Setelah air masak
dan didinginkan, baru kemudian gula pasir, urea,dan NPK atau kombinasi dari
gula pasir dan ekstrak tauge dimasukkan ke dalamnya dan diaduk hingga larut.
Kemudian bibit Aspergillus Niger masukkan sebesar 0,5% dari volume air.
Proses berikutnya adalah aerasi
selama 30-48 jam. Anda tidak perlu bingung jika tidak memiliki aerator.
Alternatifnya yaitu dengan membiarkan larutan tadi selama 72 jam baru kemudian
bisa digunakan. Ketika tiba pada proses aktivasi, seluruh bahan harus ditaruh
di tempat yang teduh dan tertutup agar tidak terkontaminasi oleh mikroba.
Sebelum proses fermentasi dilakukan,
limbah mete yang masih mengandung air sebesar 60% perlu dikurangi kadar airnya.
Bisa dicacah terlebih dulu baru kemudian diperas secara manual. Bisa juga
langsung diperas secara manual maupun menggunakan alat. Setelah itu limbah
diratakan dalam suatu wadah dengan ketebalan sekitar 5-10 cm lalu larutan
Aspergillus Niger disiramkan di atasnya hingga merata. Kemudian di atasnya
diratakan lagi dengan limbah mete dan dibasahi kembali dengan larutan
Aspergillus Niger hingga semua permukaan benar-benar basah. Baru limbah bisa
ditutup dengan goni, kain, ataupun plastik agar limbah terjaga kelembabannya
dan terhindar dari mikroba.
Proses fermentasi idealnya
berlangsung selam 4-6 hari agar terjadi dekomposisi secara sempurna. Kurang
dari itu, biasanya dekomposisi tidak terjadi secara sempurna.
Pada hari kelima, wadah fermentasi
bisa dibuka dan proses pengeringan dilakukan dengan menjemurnya selama 2-3 hari
di bawah terik matahari. Setelah limbah benar-benar kering lalu digiling dengan
menggunakan penggiling gaplek atau bisa juga dengan penggiling kopi. Tepung
yang didapatkan dari proses penggilingan tersebut bisa langsung diberikan sebagai
pakan ternak, khususnya untuk kambing, sapi, dan kerbau. Namun jika ingin
menyimpannya, bisa menggunakan karung goni ataupun kantong plastik yang kering
dan menutupnya dengan rapat. Limbah yang sudah berubah menjadi pakan ini bisa
bertahan hingga enam bulan.
Pakan yang terbuat dari limbah mete
memiliki keunggulan. Dari segi gizinya, pakan tersebut memiliki kandungan
protein yang tinggi serta serat kasar yang lebih rendah. Pakan dari limbah ini
sifatnya adalah makanan pendamping. Artinya makanan pokok dari ternak seperti
daun-daun hijau tetap harus diberikan. Kadar pakan yang diberikan disesuaikan
dengan berat badan ternak, yakni berkisar 0,7-1,2% berat badan ternak. Jika
pakan diberikan pada unggas, maka bisa dicampurkan langsung pada makanan unggas
tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan BPPT Bali, pemberian pakan limbah mete terfermentasi bisa
meningkatkan bobot ternak secara signifikan. Dari nilai ekonomisnya, pemberian
pakan tersebut bisa memberikan keuntungan sebesar Rp. 32 ribu per 12 minggu
atau sebesar Rp. 11 ribu per bulannya untuk setiap ekor kambing jika
dibandingkan dengan pemeliharaan secara tradisional.
Limbah Jambu
Mete Menjadi Bahan Bakar Alternatif
Jambu mete menjadi biobriket sebagai bahan bakar alternatif. Biobriket dari
kulit jambu mete ini dinamai Anacardium briket atau disebut juga Anabri. Proses
penelitian Anabri melalui beberapa tahapan. Tahap pendahuluan dengan mencari
lem kanji dan serbuk arang kulit jambu mete, lalu dilakukan pengujian sampel.
Secara teknis, pembuatan Anabri dilakukan dengan penjemuran limbah kulit jambu
mete, dan meletakkannya di atas lempengan logam atau seng. Kemudian, kulit
jambu mete dibakar sampai terbentuk arang. Lalu, arang-arang tersebut ditumbuk
halus dan disaring.
Setelah itu, arang kulit jambu mete direkatkan dengan lem kanji dan dicetak
dengan alat pencetak. Terakhir, dikeringkan dengan oven untuk menghilangkan
kadar air dalam biobriket hingga mencapai berat konstan. Mengenai uji sampel,
dilakukan setelah pencetakan, yang meliputi uji kalor, kadar karbon, kadar air,
dan periode nyala.
Dari uji tersebut diketahui bahwa biobriket paling optimal adalah dengan
perbandingan lem kanji dan serbuk arang kulit biji jambu mete satu banding tiga
dengan kadar kalori 5.856, 13 per gram, kadar karbon 21,45 persen, periode
nyala 77,14 menit,
dan kadar
air 6,27 persen.
Dari segi analisis ekonomi, Anabri telah memiliki kelayakan usaha, hanya
butuh penyempurnaan desain dan warna kemasan. Anabri diharapkan dapat menjadi
sumber energi ramah lingkungan, yang dapat menggali potensi lokal daerah, serta
menjadi peluang usaha baru bagi masyarakat petani jambu mete.
Limbah kulit Jambu Mete Menjadi Pupuk
Pupuk organik dapat berasal dari
berbagai limbah pertanian dan ternak, dan salah satunya sumber bahan baku lokal
yang melimpah ketersediaanya adalah limbah kulit mete. Bahan baku limbah kulit
mete di Sulawesi Tenggara tersedia setiap tahunnya. Limbah kulit mete yang
dihasilkan tergantung dari produktivitas jambu mete setiap tahun. seperti pada
tahun 2009 terdapat 26.227 ton limbah dari hasil pengacipan.
Teknologi Pembuatan Pupuk Organik, yaitu :
1. Limbah kulit mete dicincang dengan
ukuran kurang lebih 2 cm kemudian ditumbuk dan dilakukan penjemuran.
2. Setelah limbah kulit mete dianggap
telah berpisah dengan CNSL-nya maka dibuatkan bak pembuatan dengan ukuran
kapasitas muatan 1 ton,
3. Buat pupuk organik dengan formulasi
1 ton limbah kulit
4. mete + 1 karung ukuran 50 kg kotoran
sapi yang sudah kering + 1 karung ukuran 50 kg dedak + 1 karung ukuran 50 kg
sekam kemudian diaduk dan diselingi dengan pemberian EM4 atau Orgadec yang
sudah dicampuran dengan larutan gula merah
5. kemudian ditutup rapat dan setiap 3
hari
6. Lakukan pengecekan diselingi dengan
penggarukan bahan.
7. Waktu yang diperlukan untuk menjadi
pupuk organik yang siap diaplikasikan dilapangan sekitar 2 – 3 minggu.
Kandungan hara yang terkandung dalam pupuk organik dari limbah kulit mete
masing-masing N-total 1,08 %, P2O5-total 0,90 me/100 g, K2O-total 1,30 me/100
g, CaO-total 1,79 me/100 g dan kadar air 7,76 %. Hasil kajian penggunaan pupuk organik dari
limbah kulit mete 2 ton/ha tanpa menggunakan pupuk nitrogen (N) dan hanya
menambahkan sebahagian pupuk P dan K pada tanaman jagung varietas Bima-3 dan
Sukmaraga dapat menghasilkan rata-rata produktivitas 5,6 ton/ha.
V.
PENUTUP
Kesimpulan
Di Indonesia pemanfaatan buah semu
jambu mete masih sangat terbatas baik dalam jumlah maupun bentuk produksinya.
Pada beberapa daerah tertentu umumnya dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan
produk olahan tradisional. Diperkirakan,
dari produksi buah jambu mete hanya sekitar 20 % yang sudah dimanfaatkan secara
tradisional , misal dibuat rujak, dibuat abon dan sebagainya sedangkan sisanya
80 % masih terbuang sebagai limbah.
Penghembangan limbah jambu mete, Limbah
jambu mete menjadi pakan ternak limbah kulit
jambu mete menjadi pupuk limbah jambu mete menjadi bahan
bakar alternatif
Saran
Pengembangan limbah jambu mete harus
di manfaatkan lagi dan di cari penemuan-penemuan yang baru yang akan menambah
nilai ekonomis maupun kesehatan bagi lingkungan yang ada
Daftar Pustaka
Liptan
(1988). Jambu Mete Sebagai tanaman penghijauan. Balai Informasi Pertanian
Banjarbaru.
Liptan.
(1990). Budidaya Jambu Mete. Lembar Informasi Pertanian. Proyek Informasi
Pertanian Kalimantan Tengah. 2 hal.
Saragih, Yan
Pieter; Haryadi, Yadi. (1994). METE. Budidaya Jambu Mete. Pengupasan Gelondong.
Bogor, Penebar Swadaya. 86 halaman
Dimana saya bisa dapat dedak jambu mente pak
BalasHapusDimana saya bisa dapat dedak jambu mente pak
BalasHapus