Minggu, 13 Desember 2015

PENGARUH KADAR CaCl2 DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN PEMATANGAN BUAH MANGGA ARUMANIS (Mangifera indica L.)



RINGKASAN
Mutu buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki tapi dapat dipertahankan. Selama penanganannya mangga akan mengalami proses pematangan yang menuju ke proses penuaan (senescense) yang secara tidak langsung menjadi sebab utama kemunduran atau kerusakannya.  Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperlambat kerusakannya dengan tujuan agar buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi.  Salah satunya dengan merendamnya dalam larutan Kalsium Klorida (CaCl2).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2006) menyebutkan bahwa perendaman buah mangga di dalam larutan CaCl2 dapat meningkatkan kandungan Ca di dalam daging buah mangga.  Kandungan Ca tertinggi di dapatkan pada buah mangga yang direndam dalam larutan 5% CaCl2, kandungan Ca dalam daging buah terhadap perlakuan waktu perendaman dan kadar CaCl2 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar CaCl2, maka semakin tinggi pula kandungan Ca dalam daging buah yang akan menyebabkan semakin rendah laju respirasi.
Selain itu  menurut F.E Sari dkk (2004) perendaman buah mangga dalam larutan CaCl2 juga dapat menghambat kelunakan daging buah secara nyata.
M.A Anjum, et.al (2004) juga menyebutkan bahwa setiap jenis garam kalsium yang digunakan menunjukkan hasil yang berbeda-beda dalam menunda pematangan buah mangga. Kalsium klorida lebih efektif dalam menunda pematangan, yaitu dapat menunda pematangan 4 hari lebih lama dibandingkan kontrol.  Kalsium sulfat hanya dapat menunda pematangan buah mangga selama 3 hari.  Sedangkan kalsium amonium nitrat sangat tidak efektif dalam menunda pematangan dan hasilnya hampir sama dengan kontrol. 
Sehingga dari ketiga hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian larutan CaCl2 dengan konsentrasi 5% dapat menunda pematangan buah hingga 2-4 hari.  Namun meskipun dengan direndam dalam larutan CaCl2 yang notabene dapat menunda pematangan hingga beberapa hari dan dapat menghambat kelunakan buah, perendaman dengan larutan CaCl2 juga memberikan dampak yang negatif yaitu dapat mengurangi kualitas dari buah mangga seperti flavor dan aroma.
LATAR BELAKANG

Mutu buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki tapi dapat dipertahankan.  Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat.  Buah-buah yang belum masak, bila dipungut akan menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah.  Begitu pula bila sayuran dipungut terlalu awal, dapat lebih lama tinggal hijau, namun mutunya jelek.  Sebaliknya penundaan waktu pemungutan buah-buahan dan sayur-sayuran akan meningkatkan kepekaan buah buah dan sayuran itu terhadap pembusukkan, akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah.                                      
Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia.  Buah mangga yang matang merupakan buah meja yang banyak digemari. Mangga yang muda dapat diawetkan dengan kadar gula tinggi menjadi manisan baik dalam bentuk basah atau kering. Jenis yang banyak ditanam di Indonesia Mangifera indica L. yaitu mangga arumanis, golek, gedong, manalagi dan cengkir dan Mangifera foetida yaitu kemang dan kweni.
Setelah dipanen mangga arumanis akan disortasi, kemudian dikemas dan disimpan sambil menunggu pengangkutan atau langsung dikirim dari kebun produksinya ke pusat-pusat penjualan baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh.  Selama penanganannya mangga akan mengalami proses pematangan yang menuju ke proses penuaan (senescense) yang secara tidak langsung menjadi sebab utama kemunduran atau kerusakannya.  Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperlambat kerusakannya dengan tujuan agar buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi.  Salah satunya dengan merendamnya dalam larutan Kalsium Klorida (CaCl2).  Manurut Scott (1984) dalam Sutomo (2006) melaporkan bahwa Kalsium Klorida dapat memperpanjang umur simpan buah.  Menurut Shear dan Faust (1975) dalam Sutomo (2006) buah dengan kandungan kalsium tinggi akan mempunyai laju respirasi yang lebih lambat dan umur simpan yang lebih lama daripada buah dengan kandungan kalsium yang rendah.


TINJAUAN PUSTAKA

A.  Respirasi
Pada waktu masih berada di dalam pohon, sayuran dan buah-buahan melangsungkan proses kehidupannya dengan cara melakukan pernapasan (respirasi), yaitu proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) yang menghasilkan energi dengan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air.  Setelah dipanen ternyata sayuran dan buah-buahan juga masih melangsungkan proses respirasi dan oleh karena itu sayuran dan buah-buahan setelah dipanen masih disebut hidup.
Kecepatan respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen.  Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme dan seringkali digunakan indikasi umur simpan buah-buahan.  Suatu proses respirasi yag kecepatannya tinggi biasanya dihubungkan dengan umur simpan yang pendek.  Hal ini juga dapat menunjukkan kecepatan penurunan mutu buah dan nilai jual buah-buahan.  Respirasi merupakan suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor.  Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi penting artinya untuk penanganan dan penyimpanan buah-buahan.
Menurut Muchtadi (1992) faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas faktor internal (dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar atau lingkungan di sekeliling bahan).
Faktor Internal  
1.      Tingkat Perkembangan
Variasi dalam kecepatan respirasi akan terjadi selama perkembangan organ.  Secara alamiah bila ukuran buah membesar maka jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan juga meningkat.  Untuk buah-buahan klimakterik, kecepatannya akan menjadi minimum pada waktu pendewasaan (maturity) dan cenderung konstan meskipun setelah dipanen.  Hanya apabila terjadi pematangan (ripening), respirasi akan meningkat sampai mencapai puncak klimakterik dan setelah itu menurun secara perlahan.  Perlu diingat bahwa respirasi pada puncak klimakterik yang besarnya beberapa kali respirasi basal buah tua, sangat lebih kecil bila dibanding dengan kecepatan respirasi yang terjadi pada buah muda. 
2.      Komposisi Kimia Jaringan
Hubungan antara komposisi kimia dan kecepatan respirasi bervariasi diantara produk.  Sebagai contoh dalam buah apel kandungan gula berhubungan dengan aktivitas respirasi.  Tetapi pada umbi-umbian tidak terdapat hubungan antara kadar karbohidrat dan aktivitas respirasi.
Kadar air juga mempengaruhi respirasi.  Hal ini secara dramatis diperlihatkan dengan cara meningkatkan kadar air biji-bijian sampai kadar yang lebih tinggi dari  15%, dimana tiba-tiba akan terjadi peningkatan aktivitas metabolik.
3.      Ukuran Produk
Kentang yang ukurannya kecil akan mempunyai kecepatan respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kentang yang ukurannya besar.  Seperti halnya dalam proses transpirasi, dalam hal ini fenomena permukaan juga terlibat.  Jaringan yang berukuran kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar yang berhubungan dengan oksigen, sehingga memudahkan oksigen untuk berdifusi ke dalamnya.
4.      Pelapisan alami
Komoditas yang mempunyai pelapisan kulit yang baik akan memperlihatkan kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen lebih sulit berdifusi ke dalamnya.
5.      Jenis Jaringan
Jaringan muda yang aktif bermetabolisme akan menunjukkan aktivitas respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan organ yang dorman.  Respirasi dapat juga bervariasi di dalam organ.  Sebagai contoh, aktivitas respirasi pada buah mangga akan berbeda antara kulit buah, daging buah dan biji.
                                         
Faktor Eksternal
1.      Suhu
Pada suhu diantara 00-350C kecepatan respirasi pada sayuran dan buah-buahan  akan meningkat sampai dua setengah kalinya untuk tiap kenaikan suhu sebesar 100C, yang menunjukkan adanya baik pengaruh proses biologis maupun kimia.
2.      Etilen
Penggunaan gas etilen sangat mempengaruhi waktu untuk mencapai puncak klimakterik.  Dalam buah-buahan klimakterik, etilen hanya beraksi untuk memindahkan waktu klimakterik tetapi tidak berpengaruh terhadap bentuk kurva respirasi dan tidak menyebabkan perubahan komponen-komponen utama buah.  Dalam buah-buahan non klimakterik, dengan adanya etilen, respirasi dapat dirangsang setiap saat selama kehidupan buah yang telah dipanen.  Suatu peningkatan kecepatan respirasi akan segera terjadi setelah etilen digunakan.
3.      Ketersediaan Oksigen
Kecepatan respirasi pada sayuran dan buah-buahan akan meningkat dengan meningkatnya suplay oksigen.  Tetapi bila konsentrasi oksigen lebih besar dari 20%, respirasi hanya sedikit terpengaruh.  Sedangkan bila kadar oksigen dikurangi sampai lebih rendah dari konsentrasi oksigen diudara maka kecepatan respirasi akan menurun.
4.      Karbon Dioksida
Konsentrasi gas karbon dioksida yang cukup tinggi dapat memperpanjang masa simpan sayuran dan buah-buahan dengan cara menghambat proses respirasi.  Pengurangan kecepatan respirasi sebanyak 50% telah ditemukan pada buah pisang yang diberi perlakuan beberapa macam konsentrasi gas karbondioksida.

B.  Perubahan Fisikokimiawi Buah Mangga
Berat rata-rata tiap buah terus bertambah sampai saat panen.  Pada waktu masak buah mempunyai berat, isi, panjang dan lebar yangg tetap.  Pada tingkat permulaan pertumbuhan buah, biji mempunyai presentase berat buah tertinggi dibanding dengan kulit dan daging buahnya.  Dengan semakin masaknya buah, sumbangan biji terhadap berat buah relatif berkurang dengan bertambah beratnya daging buah.  Presentase sumbangan kult terhadap berat buah bertambah sedikit dan setelah itu perlahan-lahan berkurang.  Pada waktu masak berat kulit berkurang dengan mendadak disertai dengan terhentinya kenaikan berat daging buah (Lodh dkk.,1970 dalam Pantastico, 1986).
Laju pertumbuhan buah mangga mengikuti pola sigmoid sederhana.  Mangga mempunyai struktur morfologi yang kira-kira sama dengan pir, ceri, plums, dan apricot yang mempunyai biji yang besar.  Pada buah-buah yang disebut belakangan ini terdapat dua fase pertumbuhan aktif yang dipisahkan oleh suatu masa istirahat.  Pertumbuhan itu terdiri atas kegiatan permulaan yang besar pada pertumbuhan kulit buah dan biji, masa istirahat karena pengerasan kulit biji yang menyebabkan terjadinya hambatan pada pertumbuhandaging buah, dan pertumbuhan kembali daging buah karena pengerasan kulit biji telah berhenti.  Tetapi pada mangga pengerasan kulit biji tidak terhenti sebelum pemasakan, jadi pada mangga tidak ada masa istirahat (Soni dkk., 1971 dalam Pantastico, 1986).
Gula
Menurut pengamatan Lodh dkk (1970) dalam Pantastico (1986) pada tingkat pertumbuhan permulaan munculnya karbohidrat lambat.  Kandungan glukosa dan fruktosa pada fase-fase ini praktis nol.  Munculnya gula-gula pereduksi dalam daging buah menandakan berakhirnya masa pra pemasakan.  Pada permulaan pemasakan terdapat kenaikan gula total, glukosa dan fruktosa secara mendadak.  Penimbunan zat pati terus bertambah selama masa pertumbuhan dan perkembangan berikutnya (Lakshminarayana dkk.,1970 dalam Pantastico, 1986)
Zat Pati
Berat jenis dan kandungan zat kering bertambah selama pertumbuhan.  Zat pati bertambah setingkat demi setingkat sampai saat pemasakan.  Perbandingan zat pati dengan bahan-bahan kering tetap pada kedua hari terakhir masa panen.  Saat inilah yang merupakan masa pemanenan terbaik (Gangawar dkk., 1972 dalam Pantastico, 1986).
Asam
Pada stadium permulaan pertumbuhan, keasaman tertitrasi bertambah, dan sesudah itu terus berkurang selama pemasakan.
Tanin
Konsentrasi tanin berkurang dengan semakin masaknya buah, yang mungkin merupakan akibat terjadinya polimerisasi tanin (Caldeira, 1970 dalam Pantastico, 1986).
C.  Kalsium Klorida (CaCl2)
Menurut Winarno dan Aman (1981), bila terjadi pembentukan garam dari ion Ca dengan karboksil maka akan terdapat ikatan menyilang diantara dua karboksil tersebut.  Ikatan-ikatan tersebut dapat menurunkan daya larut pektin dan menghasilkan produk yang lebih keras.  Makin besar jaringan molekul kalsium pektat yang terbentuk, makin rendah daya larut pektin dan makin kuat terhadap gangguan mekanis sehingga semakin kecil kemungkinan terjadi pemecahan jaringan selama pengolahan.  Winarno (2004) menyebutkan bahwa garam-garam Ca yang umum digunakan adalah CaCl2, Ca-sitrat, CaSO4, Ca-laktat. 
Kalsium klorida (CaCl2) adalah suatu jenis garam, merupakan senyawa ionik dan mempunyai BM 110,99, berwarna putih serta terdapat dalam bentuk serpihan dan larutan.  CaCl2 biasanya digunakan sebagai anti freeze, antidust, dan conditioning agent, yang merupakan hasil sampingan dari proses amonia soda, kemudian dimurnikan dan dikeringkan.  CaCl2 juga termasuk salah satu zat pemantap yaitu zat yang dapat mencegah tekstur bahan pangan menjadi lunak akibat proses pengolahan, efek pemanasan dan pembekuan yang dapat menguraikan pektin.
Winarno (1986) menyatakan bahwa CaCl2 banyak digunakan sebagai bahan pengeras tekstur.  Hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara kalsium dengan pektat membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam air.  Kalsium dapat mempertinggi kekerasan gel karena adanya ikatan kalsium dengan gugus karboksil melalui jembatan kalsium.  Pembentukan garam dari ion Ca++ dengan gugus karboksil dari asam pektinat membentuk jembatan kalsium dari 2 gugus karboksil.
Apabila ikatan-ikatan ion terjadi dalam jumlah besar maka akan terjadi jaringan molekul.  Jaringan yang melebar ini sangat mempengaruhi daya larut pektinnya.  Makin melebar jaringan polimer tersebut, makin menurun daya larutnya dan semakin kokoh terhadap gangguan mekanis, sehingga kerusakan fisiologisnya dapat dihambat (Winarno, 2004).



D.  Peran Etilen dalam Pematangan Buah Mangga
Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan.  Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi kriteria sebagai hormon tanaman, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman, dan merupakan senyawa organik.
Konsentrasi etilen tidak tetap, tetapi berubah-ubah selama proses pematangan.  Buah mangga menunjukkan sifat yang agak berbeda dengan buah lainnya.  Pada buah ini ternyata konsentrasi etilen yang rendah (0.04-0.08 ppm) sudah cukup untuk memulai proses klimakterik.
Matto dan Modi (1969) dalam Pantastico (1986) telah menunjukkan bahwa C2H4 meningkatkan kegiatan enzim-enzim katalase, peroksidase, dan amilase dalam irisan-irisan mangga sebelum puncak kemasakannya. Selama pemacuan, mereka juga mengamati bahwa zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu hilang dalam waktu 45 jam.  Perlakuan dengan C2H4 mengkibatkan irisan-irisan menjadi lemak dan perubahan warna yang menarik dari putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan yang khas (Matto, 1969 dalam Pantastico, 1986).
Matto dan Modi (1969) dalam Pantastico (1986) melaporkan bahwa C2H4 dapat juga menginaktifkan preparat penghambat yang secara parsial telah dimurnikan dalam hubungannya dengan katalase dan peroksidase, sebab preparat yang diberi perlakuan tidak menunjukkan penghambat enzim-enzim ini sedikitpun.  Atas dasar pengamatan-pengamatan ini mereka berpendapat bahwa: (a) sebelum sampai puncak pemasakan dalam buah mangga, etilen yang disintesis buah memacu enzim-enzim oksidatif dan hidrolitik dan menginaktifkan penghambat-penghambat enzim ini; (b) bahwa sesudah dan selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan komponen-komponen sel dari yang semula tidak larut menjadi dapat larut, yang mengakibatkan perubahan-perubahan permeabilitas sel dan dengan demikian memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-enzim di situ; dan (c) bahwa proses-proses ini semua, bersama dengan faktor-faktor lain yang hingga kini belum diketahui, membangkitkan dengan kuat sebagian sistem metabolik yang akhirnya mematangkan buah (Matto dan Modi, 1969 dalam Pantastico 1986).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah di panen mangga akan mengalami proses pematangan yang menuju ke proses penuaan (senescense) yang secara tidak langsung menjadi sebab utama kemunduran atau kerusakannya.  Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperlambat kerusakannya dengan tujuan agar buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi.  Salah satunya dengan merendamnya dalam larutan Kalsium Klorida (CaCl2).
Penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2006) yaitu untuk mengetahui hubungan kadar CaCl2 terhadap laju respirasi dan pematangan buah mangga arumanis.  Penelitian ini dilakukan dengan cara merendam buah mangga dalam larutan CaCl2 yang memiliki konsentrasi yang berbeda-beda selama 60 menit.  Pengamatan terdiri dari laju respirasi dengan mengukur gas CO2 yang dihasilkan dari respirasi buah dan pematangan buah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2006) menyebutkan bahwa perendaman buah mangga di dalam larutan CaCl2 dapat meningkatkan kandungan Ca di dalam daging buah mangga.  Kandungan Ca tertinggi di dapatkan pada buah mangga yang direndam dalam larutan 5% CaCl2, kandungan Ca dalam daging buah terhadap perlakuan waktu perendaman dan kadar CaCl2 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar CaCl2, maka semakin tinggi pula kandungan Ca dalam daging buah yang akan menyebabkan semakin rendah laju respirasi.  Hasil ini sesuai dengan penelitian F.E.Sari dkk (2004) bahwa pengaruh lama perendaman mangga arumanis dalam larutan CaCl2 dapat menekan laju respirasi.  Pada penelitian F.E Sari dkk (2004) hasil analisis terhadap kandungan Ca di dalam buah mangga yang telah matang menunjukkan bahwa mangga kontrol memiliki kandungan Ca terendah.  Kandungan Ca tertinggi di dapatkan pada mangga yang direndam dalam larutan 8% CaCl2 selama 120 menit.  Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar CaCl2 dan semakin lama waktu perendaman yang diterapkan, maka semakin tinggi pula kandungan Ca dalam daging buah.
Selain itu  menurut F.E Sari dkk (2004) perendaman buah mangga dalam larutan CaCl2 juga dapat menghambat kelunakan daging buah secara nyata.  Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1986) bahwa CaCl2 juga termasuk salah satu zat pemantap yaitu zat yang dapat mencegah tekstur bahan pangan menjadi lunak.  Winarno (1986) menyatakan bahwa CaCl2 banyak digunakan sebagai bahan pengeras tekstur.  Hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara kalsium dengan pektat membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam air. 
Pengaruh hambatan Ca terhadap pematangan buah mangga diduga terjadi melalui pengaruh CaCl2 terhadap laju respirasi dan produksi etilen buah.  Laju respirasi mangga arumanis selama penyimpanan pada suhu ruang memperlihatkan pola respirasi klimakterik, yang menunjukkan bahwa proses pematangan buah sedang berlangsung.  Ini sejalan dengan pendapat Ryall dan Pentzer (1974) dalam Sutomo (2006) yaitu puncak respirasi tidak selalu bersamaan dengan pematangan optimum.
Bila dilihat dari besarnya produksi CO2 yang dihasilkan buah pada puncak klimaknya, tampak bahwa buah yang pematangannya lebih lambat, yaitu buah yang mendapat perlakuan 5% CaCl2, menghasilkan CO2 yang lebih rendah.  Ini menunjukkan bahwa perlakuan tersebut selain dapat menunda pematangan buah mangga, juga dapat menekan laju respirasinya.  Menurut Sosrodiharjo (1987), Ca yang masuk ke dalam buah akan mengikat enzim lipoksigenase yaitu enzim yang bekerja untuk menghasilkan oksigen aktif yang diperlukan dalam sintesis etilen.  Hal ini juga dapat didukung oleh Muchtadi (1989) yang menyebutkan bahwa sebelum sampai puncak pemasakan dalam buah mangga, etilen yang disintesis buah memacu enzim-enzim oksidatif dan hidrolitik dan menginaktifkan penghambat-penghambat enzim ini. Mengingat fungsi etilen sebagai hormon pematangan buah, maka hambatan terhadap produksi etilen akan berakibat pada hambatan pematangan buah. 
Menurut hasil penelitian M.A Anjum.,et.al (2004) tentang dampak berbagai macam garam kalsium terhadap pematangan buah mangga menyebutkan bahwa kalsium klorida dengan konsentrasi 5% dapat menunda pematangan buah mangga selama 4 hari dan menghasilkan kenampakan buah mangga yang lebih baik. Dengan meningkatkan konsentrasi garam-garam kalsium dapat lebih menunda pematangan buah mangga, namun memiliki dampak yang negatif yaitu membuat  kulit menjadi mengkerut atau terlihat layu. 
M.A Anjum, et.al (2004) juga menyebutkan bahwa setiap jenis garam kalsium yang digunakan menunjukkan hasil yang berbeda-beda dalam menunda pematangan buah mangga. Kalsium klorida lebih efektif dalam menunda pematangan, yaitu dapat menunda pematangan 4 hari lebih lama dibandingkan kontrol.  Kalsium sulfat hanya dapat menunda pematangan buah mangga selama 3 hari.  Sedangkan kalsium amonium nitrat sangat tidak efektif dalam menunda pematangan dan hasilnya hampir sama dengan kontrol. 
Warna kulit buah mangga merupakan karakter yang penting dalam pemasaran. Mangga yang direndam dalam larutan garam kalsium tidak memberikan perbedaan warna yang signifikan.  Hasil lain juga menunjukkan bahwa buah mangga yang diberi perlakuan dengan garam kalsium tidak hanya mempengaruhi proses pematangan tapi juga berpengaruh terhadap aroma dari buah mangga tersebut.
Flavor dan rasa buah mangga merupakan parameter kualitas yang penting.  Mangga yang direndam dalam Calsium klorida 2,5% dihasilkan flavor dan rasa yang lebih baik daripada mangga kontrol yang tidak diberi perlakuan apa-apa.  Sedangkan perendaman dalam kalsium amonium nitrat 2,5% hasilnya hampir sama dengan kontrol. Kombinasi perlakuan garam kalsium lain dapat memberikan efek negatif pada flavor dan rasa buah mangga.  Namun konsentrasi yang terlalu tinggi seperti kalsium klorida 7,5%, kalsium amonium nitrat 5% dan kalsium sulfat 2,5% memiliki dampak yang buruk terhadap flavor dan rasa buah mangga.  Ini menunjukkan bahwa penundaan pematangan buah mangga dengan menggunakan garam kalsium juga akan mempengaruhi kualitas buah.


SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Pemberian larutan CaCl2 dengan konsentrasi 5% dapat menunda pematangan buah hingga 2-4 hari.  Namun meskipun dengan direndam dalam larutan CaCl2 yang notabene dapat menunda pematangan hingga beberapa hari dan dapat menghambat kelunakan buah, perendaman dengan larutan CaCl2 juga memberikan dampak yang negatif pada buah yaitu dapat mengurangi kualitas dari buah mangga seperti flavor dan aroma.
Semakin tinggi kadar CaCl2 dan semakin lama waktu perendaman, maka semakin tinggi pula kandungan Ca dalam daging buah yang akan dapat menunda pematangan buah mangga.

B. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menunda pematangan buah mangga tanpa mengurangi kualitas dan rasa buah mangga.


DAFTAR PUSTAKA

Anjum, M.A and H. Ali. 2004. Effect of Various Calcium Salts on Ripening of Mango Fruits.(On-Line). http://www.bzu.edu.pk/jrscience/vol15no1/7. pdf. Diakses tanggal 27 Maret 2009

Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan (Petunjuk Laboratorium). PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Pantastico, Er.B. 1986. Fisiologi Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika.Terjemahan. Kamariyani. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Sari, F.E, S.Trisnowati, dan S.Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar CaCl2 dan lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. (On-Line). http://www.google.co.id/ search/filetype= pdf. Diakses tanggal 27 Maret 2009 

Sutomo, Harwan. 2006. Hubungan Kadar CaCl2 Terhadap Laju Respirasi dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. (On-Line). http://www.faperta-unswagati.com/PDFAgrijati/AGRI%20v3_1-5.pdf. Diakses tanggal 11 Maret 2009   

Winarno, F.G dan M.Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Bogor.

Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan. PT.Gramedia. Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar