RINGKASAN
Mutu buah-buahan dan
sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki tapi dapat dipertahankan. Selama
penanganannya mangga akan mengalami proses pematangan yang menuju ke proses
penuaan (senescense) yang secara
tidak langsung menjadi sebab utama kemunduran atau kerusakannya. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk
memperlambat kerusakannya dengan tujuan agar buah masih dalam kondisi yang baik
sampai siap dikonsumsi. Salah satunya dengan
merendamnya dalam larutan Kalsium Klorida (CaCl2).
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sutomo (2006) menyebutkan bahwa perendaman buah mangga di
dalam larutan CaCl2 dapat meningkatkan kandungan Ca di dalam daging
buah mangga. Kandungan Ca tertinggi di
dapatkan pada buah mangga yang direndam dalam larutan 5% CaCl2, kandungan Ca
dalam daging buah terhadap perlakuan waktu perendaman dan kadar CaCl2
menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar CaCl2, maka semakin tinggi
pula kandungan Ca dalam daging buah yang akan menyebabkan semakin rendah laju
respirasi.
Selain itu menurut F.E Sari dkk (2004) perendaman buah
mangga dalam larutan CaCl2 juga dapat menghambat kelunakan daging
buah secara nyata.
M.A Anjum, et.al (2004) juga menyebutkan bahwa
setiap jenis garam kalsium yang digunakan menunjukkan hasil yang berbeda-beda
dalam menunda pematangan buah mangga. Kalsium klorida lebih efektif dalam
menunda pematangan, yaitu dapat menunda pematangan 4 hari lebih lama
dibandingkan kontrol. Kalsium sulfat
hanya dapat menunda pematangan buah mangga selama 3 hari. Sedangkan kalsium amonium nitrat sangat tidak
efektif dalam menunda pematangan dan hasilnya hampir sama dengan kontrol.
Sehingga dari ketiga
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian larutan CaCl2 dengan
konsentrasi 5% dapat menunda pematangan buah hingga 2-4 hari. Namun meskipun dengan direndam dalam larutan
CaCl2 yang notabene dapat menunda pematangan hingga beberapa hari
dan dapat menghambat kelunakan buah, perendaman dengan larutan CaCl2
juga memberikan dampak yang negatif yaitu dapat mengurangi kualitas dari buah
mangga seperti flavor dan aroma.
LATAR BELAKANG
Mutu buah-buahan dan
sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki tapi dapat dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan
hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah-buah yang belum masak, bila dipungut
akan menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Begitu pula bila sayuran dipungut terlalu
awal, dapat lebih lama tinggal hijau, namun mutunya jelek. Sebaliknya penundaan waktu pemungutan
buah-buahan dan sayur-sayuran akan meningkatkan kepekaan buah buah dan sayuran
itu terhadap pembusukkan, akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah.
Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang
berasal dari negara India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara
termasuk Malaysia dan Indonesia. Buah
mangga yang matang merupakan buah meja yang banyak digemari. Mangga yang muda
dapat diawetkan dengan kadar gula tinggi menjadi manisan baik dalam bentuk
basah atau kering. Jenis yang banyak ditanam di Indonesia Mangifera indica L.
yaitu mangga arumanis, golek, gedong, manalagi dan cengkir dan Mangifera
foetida yaitu kemang dan kweni.
Setelah dipanen mangga
arumanis akan disortasi, kemudian dikemas dan disimpan sambil menunggu
pengangkutan atau langsung dikirim dari kebun produksinya ke pusat-pusat
penjualan baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh. Selama penanganannya mangga akan mengalami
proses pematangan yang menuju ke proses penuaan (senescense) yang secara tidak langsung menjadi sebab utama
kemunduran atau kerusakannya. Oleh
karena itu diperlukan upaya untuk memperlambat kerusakannya dengan tujuan agar
buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi. Salah satunya dengan merendamnya dalam
larutan Kalsium Klorida (CaCl2).
Manurut Scott (1984) dalam
Sutomo (2006) melaporkan bahwa Kalsium Klorida dapat memperpanjang umur simpan
buah. Menurut Shear dan Faust (1975) dalam Sutomo (2006) buah dengan
kandungan kalsium tinggi akan mempunyai laju respirasi yang lebih lambat dan
umur simpan yang lebih lama daripada buah dengan kandungan kalsium yang rendah.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Respirasi
Pada waktu masih berada
di dalam pohon, sayuran dan buah-buahan melangsungkan proses kehidupannya
dengan cara melakukan pernapasan (respirasi), yaitu proses biologis dimana
oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) yang
menghasilkan energi dengan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa gas
karbondioksida dan air. Setelah dipanen
ternyata sayuran dan buah-buahan juga masih melangsungkan proses respirasi dan
oleh karena itu sayuran dan buah-buahan setelah dipanen masih disebut hidup.
Kecepatan respirasi
merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah
dipanen. Intensitas respirasi merupakan
ukuran kecepatan metabolisme dan seringkali digunakan indikasi umur simpan
buah-buahan. Suatu proses respirasi yag
kecepatannya tinggi biasanya dihubungkan dengan umur simpan yang pendek. Hal ini juga dapat menunjukkan kecepatan
penurunan mutu buah dan nilai jual buah-buahan.
Respirasi merupakan suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh sejumlah
faktor. Mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi respirasi penting artinya untuk penanganan dan penyimpanan
buah-buahan.
Menurut Muchtadi (1992)
faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas faktor internal
(dari dalam bahan sendiri) dan faktor eksternal (dari luar atau lingkungan di
sekeliling bahan).
Faktor Internal
1.
Tingkat Perkembangan
Variasi dalam kecepatan
respirasi akan terjadi selama perkembangan organ. Secara alamiah bila ukuran buah membesar maka
jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan juga meningkat. Untuk buah-buahan klimakterik, kecepatannya
akan menjadi minimum pada waktu pendewasaan (maturity) dan cenderung konstan
meskipun setelah dipanen. Hanya apabila
terjadi pematangan (ripening), respirasi akan meningkat sampai mencapai puncak
klimakterik dan setelah itu menurun secara perlahan. Perlu diingat bahwa respirasi pada puncak
klimakterik yang besarnya beberapa kali respirasi basal buah tua, sangat lebih
kecil bila dibanding dengan kecepatan respirasi yang terjadi pada buah
muda.
2.
Komposisi Kimia Jaringan
Hubungan antara komposisi
kimia dan kecepatan respirasi bervariasi diantara produk. Sebagai contoh dalam buah apel kandungan gula
berhubungan dengan aktivitas respirasi.
Tetapi pada umbi-umbian tidak terdapat hubungan antara kadar karbohidrat
dan aktivitas respirasi.
Kadar air juga
mempengaruhi respirasi. Hal ini secara
dramatis diperlihatkan dengan cara meningkatkan kadar air biji-bijian sampai
kadar yang lebih tinggi dari 15%, dimana
tiba-tiba akan terjadi peningkatan aktivitas metabolik.
3.
Ukuran Produk
Kentang yang ukurannya
kecil akan mempunyai kecepatan respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kentang yang ukurannya besar. Seperti
halnya dalam proses transpirasi, dalam hal ini fenomena permukaan juga
terlibat. Jaringan yang berukuran kecil
mempunyai luas permukaan yang lebih besar yang berhubungan dengan oksigen,
sehingga memudahkan oksigen untuk berdifusi ke dalamnya.
4.
Pelapisan alami
Komoditas yang mempunyai
pelapisan kulit yang baik akan memperlihatkan kecepatan respirasi yang rendah,
karena oksigen lebih sulit berdifusi ke dalamnya.
5.
Jenis Jaringan
Jaringan muda yang aktif
bermetabolisme akan menunjukkan aktivitas respirasi yang lebih besar
dibandingkan dengan organ yang dorman.
Respirasi dapat juga bervariasi di dalam organ. Sebagai contoh, aktivitas respirasi pada buah
mangga akan berbeda antara kulit buah, daging buah dan biji.
Faktor
Eksternal
1.
Suhu
Pada suhu diantara 00-350C
kecepatan respirasi pada sayuran dan buah-buahan akan meningkat sampai dua setengah kalinya
untuk tiap kenaikan suhu sebesar 100C, yang menunjukkan adanya baik
pengaruh proses biologis maupun kimia.
2.
Etilen
Penggunaan gas etilen
sangat mempengaruhi waktu untuk mencapai puncak klimakterik. Dalam buah-buahan klimakterik, etilen hanya
beraksi untuk memindahkan waktu klimakterik tetapi tidak berpengaruh terhadap
bentuk kurva respirasi dan tidak menyebabkan perubahan komponen-komponen utama
buah. Dalam buah-buahan non klimakterik,
dengan adanya etilen, respirasi dapat dirangsang setiap saat selama kehidupan
buah yang telah dipanen. Suatu
peningkatan kecepatan respirasi akan segera terjadi setelah etilen digunakan.
3.
Ketersediaan Oksigen
Kecepatan respirasi pada
sayuran dan buah-buahan akan meningkat dengan meningkatnya suplay oksigen. Tetapi bila konsentrasi oksigen lebih besar
dari 20%, respirasi hanya sedikit terpengaruh.
Sedangkan bila kadar oksigen dikurangi sampai lebih rendah dari
konsentrasi oksigen diudara maka kecepatan respirasi akan menurun.
4.
Karbon Dioksida
Konsentrasi gas karbon
dioksida yang cukup tinggi dapat memperpanjang masa simpan sayuran dan
buah-buahan dengan cara menghambat proses respirasi. Pengurangan kecepatan respirasi sebanyak 50% telah
ditemukan pada buah pisang yang diberi perlakuan beberapa macam konsentrasi gas
karbondioksida.
B. Perubahan
Fisikokimiawi Buah Mangga
Berat rata-rata tiap buah
terus bertambah sampai saat panen. Pada
waktu masak buah mempunyai berat, isi, panjang dan lebar yangg tetap. Pada tingkat permulaan pertumbuhan buah, biji
mempunyai presentase berat buah tertinggi dibanding dengan kulit dan daging
buahnya. Dengan semakin masaknya buah,
sumbangan biji terhadap berat buah relatif berkurang dengan bertambah beratnya
daging buah. Presentase sumbangan kult
terhadap berat buah bertambah sedikit dan setelah itu perlahan-lahan
berkurang. Pada waktu masak berat kulit
berkurang dengan mendadak disertai dengan terhentinya kenaikan berat daging
buah (Lodh dkk.,1970 dalam Pantastico,
1986).
Laju pertumbuhan buah
mangga mengikuti pola sigmoid sederhana.
Mangga mempunyai struktur morfologi yang kira-kira sama dengan pir,
ceri, plums, dan apricot yang mempunyai biji yang besar. Pada buah-buah yang disebut belakangan ini
terdapat dua fase pertumbuhan aktif yang dipisahkan oleh suatu masa
istirahat. Pertumbuhan itu terdiri atas
kegiatan permulaan yang besar pada pertumbuhan kulit buah dan biji, masa
istirahat karena pengerasan kulit biji yang menyebabkan terjadinya hambatan
pada pertumbuhandaging buah, dan pertumbuhan kembali daging buah karena
pengerasan kulit biji telah berhenti.
Tetapi pada mangga pengerasan kulit biji tidak terhenti sebelum
pemasakan, jadi pada mangga tidak ada masa istirahat (Soni dkk., 1971 dalam Pantastico, 1986).
Gula
Menurut pengamatan Lodh
dkk (1970) dalam Pantastico (1986)
pada tingkat pertumbuhan permulaan munculnya karbohidrat lambat. Kandungan glukosa dan fruktosa pada fase-fase
ini praktis nol. Munculnya gula-gula
pereduksi dalam daging buah menandakan berakhirnya masa pra pemasakan. Pada permulaan pemasakan terdapat kenaikan
gula total, glukosa dan fruktosa secara mendadak. Penimbunan zat pati terus bertambah selama
masa pertumbuhan dan perkembangan berikutnya (Lakshminarayana dkk.,1970 dalam Pantastico, 1986)
Zat Pati
Berat jenis dan kandungan
zat kering bertambah selama pertumbuhan.
Zat pati bertambah setingkat demi setingkat sampai saat pemasakan. Perbandingan zat pati dengan bahan-bahan kering
tetap pada kedua hari terakhir masa panen.
Saat inilah yang merupakan masa pemanenan terbaik (Gangawar dkk., 1972 dalam Pantastico, 1986).
Asam
Pada stadium permulaan
pertumbuhan, keasaman tertitrasi bertambah, dan sesudah itu terus berkurang
selama pemasakan.
Tanin
Konsentrasi tanin berkurang
dengan semakin masaknya buah, yang mungkin merupakan akibat terjadinya
polimerisasi tanin (Caldeira, 1970 dalam Pantastico,
1986).
C. Kalsium Klorida
(CaCl2)
Menurut Winarno dan Aman
(1981), bila terjadi pembentukan garam dari ion Ca dengan karboksil maka akan
terdapat ikatan menyilang diantara dua karboksil tersebut. Ikatan-ikatan tersebut dapat menurunkan daya
larut pektin dan menghasilkan produk yang lebih keras. Makin besar jaringan molekul kalsium pektat
yang terbentuk, makin rendah daya larut pektin dan makin kuat terhadap gangguan
mekanis sehingga semakin kecil kemungkinan terjadi pemecahan jaringan selama
pengolahan. Winarno (2004) menyebutkan
bahwa garam-garam Ca yang umum digunakan adalah CaCl2, Ca-sitrat,
CaSO4, Ca-laktat.
Kalsium klorida (CaCl2)
adalah suatu jenis garam, merupakan senyawa ionik dan mempunyai BM 110,99,
berwarna putih serta terdapat dalam bentuk serpihan dan larutan. CaCl2 biasanya digunakan sebagai
anti freeze, antidust, dan conditioning
agent, yang merupakan hasil sampingan dari proses amonia soda, kemudian
dimurnikan dan dikeringkan. CaCl2 juga
termasuk salah satu zat pemantap yaitu zat yang dapat mencegah tekstur bahan
pangan menjadi lunak akibat proses pengolahan, efek pemanasan dan pembekuan
yang dapat menguraikan pektin.
Winarno (1986) menyatakan
bahwa CaCl2 banyak digunakan sebagai bahan pengeras tekstur. Hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara
kalsium dengan pektat membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam air. Kalsium dapat mempertinggi kekerasan gel
karena adanya ikatan kalsium dengan gugus karboksil melalui jembatan
kalsium. Pembentukan garam dari ion Ca++
dengan gugus karboksil dari asam pektinat membentuk jembatan kalsium dari
2 gugus karboksil.
Apabila ikatan-ikatan ion
terjadi dalam jumlah besar maka akan terjadi jaringan molekul. Jaringan yang melebar ini sangat mempengaruhi
daya larut pektinnya. Makin melebar
jaringan polimer tersebut, makin menurun daya larutnya dan semakin kokoh
terhadap gangguan mekanis, sehingga kerusakan fisiologisnya dapat dihambat
(Winarno, 2004).
D. Peran Etilen
dalam Pematangan Buah Mangga
Etilen adalah suatu gas
yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam
proses pematangan. Etilen disebut hormon
karena dapat memenuhi kriteria sebagai hormon tanaman, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman, dan merupakan
senyawa organik.
Konsentrasi etilen tidak
tetap, tetapi berubah-ubah selama proses pematangan. Buah mangga menunjukkan sifat yang agak
berbeda dengan buah lainnya. Pada buah
ini ternyata konsentrasi etilen yang rendah (0.04-0.08 ppm) sudah cukup untuk
memulai proses klimakterik.
Matto dan Modi (1969) dalam Pantastico (1986) telah
menunjukkan bahwa C2H4 meningkatkan kegiatan enzim-enzim
katalase, peroksidase, dan amilase dalam irisan-irisan mangga sebelum puncak
kemasakannya. Selama pemacuan, mereka juga mengamati bahwa zat-zat serupa
protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu hilang dalam waktu
45 jam. Perlakuan dengan C2H4
mengkibatkan irisan-irisan menjadi lemak dan perubahan warna yang menarik dari
putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan yang
khas (Matto, 1969 dalam Pantastico,
1986).
Matto dan Modi (1969) dalam Pantastico (1986) melaporkan bahwa
C2H4 dapat juga menginaktifkan preparat penghambat yang
secara parsial telah dimurnikan dalam hubungannya dengan katalase dan
peroksidase, sebab preparat yang diberi perlakuan tidak menunjukkan penghambat
enzim-enzim ini sedikitpun. Atas dasar
pengamatan-pengamatan ini mereka berpendapat bahwa: (a) sebelum sampai puncak
pemasakan dalam buah mangga, etilen yang disintesis buah memacu enzim-enzim
oksidatif dan hidrolitik dan menginaktifkan penghambat-penghambat enzim ini;
(b) bahwa sesudah dan selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan
komponen-komponen sel dari yang semula tidak larut menjadi dapat larut, yang
mengakibatkan perubahan-perubahan permeabilitas sel dan dengan demikian
memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-enzim
di situ; dan (c) bahwa proses-proses ini semua, bersama dengan faktor-faktor
lain yang hingga kini belum diketahui, membangkitkan dengan kuat sebagian
sistem metabolik yang akhirnya mematangkan buah (Matto dan Modi, 1969 dalam Pantastico 1986).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah di panen mangga
akan mengalami proses pematangan yang menuju ke proses penuaan (senescense) yang secara tidak langsung
menjadi sebab utama kemunduran atau kerusakannya. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk
memperlambat kerusakannya dengan tujuan agar buah masih dalam kondisi yang baik
sampai siap dikonsumsi. Salah satunya
dengan merendamnya dalam larutan Kalsium Klorida (CaCl2).
Penelitian yang dilakukan
oleh Sutomo (2006) yaitu untuk mengetahui hubungan kadar CaCl2
terhadap laju respirasi dan pematangan buah mangga arumanis. Penelitian ini dilakukan dengan cara merendam
buah mangga dalam larutan CaCl2 yang memiliki konsentrasi yang
berbeda-beda selama 60 menit. Pengamatan
terdiri dari laju respirasi dengan mengukur gas CO2 yang dihasilkan
dari respirasi buah dan pematangan buah.
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2006) menyebutkan bahwa perendaman buah
mangga di dalam larutan CaCl2 dapat meningkatkan kandungan Ca di
dalam daging buah mangga. Kandungan Ca
tertinggi di dapatkan pada buah mangga yang direndam dalam larutan 5% CaCl2,
kandungan Ca dalam daging buah terhadap perlakuan waktu perendaman dan kadar
CaCl2 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar CaCl2, maka semakin
tinggi pula kandungan Ca dalam daging buah yang akan menyebabkan semakin rendah
laju respirasi. Hasil ini sesuai dengan
penelitian F.E.Sari dkk (2004) bahwa pengaruh lama perendaman mangga arumanis
dalam larutan CaCl2 dapat menekan laju respirasi. Pada penelitian F.E Sari dkk (2004) hasil
analisis terhadap kandungan Ca di dalam buah mangga yang telah matang
menunjukkan bahwa mangga kontrol memiliki kandungan Ca terendah. Kandungan Ca tertinggi di dapatkan pada
mangga yang direndam dalam larutan 8% CaCl2 selama 120 menit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kadar CaCl2 dan semakin lama waktu perendaman yang diterapkan, maka
semakin tinggi pula kandungan Ca dalam daging buah.
Selain itu menurut F.E Sari dkk (2004) perendaman buah
mangga dalam larutan CaCl2 juga dapat menghambat kelunakan daging
buah secara nyata. Hal ini sesuai dengan
pendapat Winarno (1986) bahwa CaCl2 juga termasuk salah satu zat
pemantap yaitu zat yang dapat mencegah tekstur bahan pangan menjadi lunak. Winarno (1986) menyatakan bahwa CaCl2
banyak digunakan sebagai bahan pengeras tekstur. Hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara
kalsium dengan pektat membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam air.
Pengaruh hambatan Ca
terhadap pematangan buah mangga diduga terjadi melalui pengaruh CaCl2
terhadap laju respirasi dan produksi etilen buah. Laju respirasi mangga arumanis selama
penyimpanan pada suhu ruang memperlihatkan pola respirasi klimakterik, yang
menunjukkan bahwa proses pematangan buah sedang berlangsung. Ini sejalan dengan pendapat Ryall dan Pentzer
(1974) dalam Sutomo (2006) yaitu
puncak respirasi tidak selalu bersamaan dengan pematangan optimum.
Bila dilihat dari
besarnya produksi CO2 yang dihasilkan buah pada puncak klimaknya,
tampak bahwa buah yang pematangannya lebih lambat, yaitu buah yang mendapat
perlakuan 5% CaCl2, menghasilkan CO2 yang lebih
rendah. Ini menunjukkan bahwa perlakuan
tersebut selain dapat menunda pematangan buah mangga, juga dapat menekan laju
respirasinya. Menurut Sosrodiharjo
(1987), Ca yang masuk ke dalam buah akan mengikat enzim lipoksigenase yaitu
enzim yang bekerja untuk menghasilkan oksigen aktif yang diperlukan dalam
sintesis etilen. Hal ini juga dapat
didukung oleh Muchtadi (1989) yang menyebutkan bahwa sebelum sampai puncak
pemasakan dalam buah mangga, etilen yang disintesis buah memacu enzim-enzim
oksidatif dan hidrolitik dan menginaktifkan penghambat-penghambat enzim ini. Mengingat
fungsi etilen sebagai hormon pematangan buah, maka hambatan terhadap produksi
etilen akan berakibat pada hambatan pematangan buah.
Menurut hasil penelitian M.A
Anjum.,et.al (2004) tentang dampak
berbagai macam garam kalsium terhadap pematangan buah mangga menyebutkan bahwa
kalsium klorida dengan konsentrasi 5% dapat menunda pematangan buah mangga
selama 4 hari dan menghasilkan kenampakan buah mangga yang lebih baik. Dengan
meningkatkan konsentrasi garam-garam kalsium dapat lebih menunda pematangan
buah mangga, namun memiliki dampak yang negatif yaitu membuat kulit menjadi mengkerut atau terlihat layu.
M.A Anjum, et.al (2004) juga menyebutkan bahwa
setiap jenis garam kalsium yang digunakan menunjukkan hasil yang berbeda-beda
dalam menunda pematangan buah mangga. Kalsium klorida lebih efektif dalam
menunda pematangan, yaitu dapat menunda pematangan 4 hari lebih lama
dibandingkan kontrol. Kalsium sulfat
hanya dapat menunda pematangan buah mangga selama 3 hari. Sedangkan kalsium amonium nitrat sangat tidak
efektif dalam menunda pematangan dan hasilnya hampir sama dengan kontrol.
Warna kulit buah mangga
merupakan karakter yang penting dalam pemasaran. Mangga yang direndam dalam
larutan garam kalsium tidak memberikan perbedaan warna yang signifikan. Hasil lain juga menunjukkan bahwa buah mangga
yang diberi perlakuan dengan garam kalsium tidak hanya mempengaruhi proses
pematangan tapi juga berpengaruh terhadap aroma dari buah mangga tersebut.
Flavor dan rasa buah
mangga merupakan parameter kualitas yang penting. Mangga yang direndam dalam Calsium klorida
2,5% dihasilkan flavor dan rasa yang lebih baik daripada mangga kontrol yang
tidak diberi perlakuan apa-apa.
Sedangkan perendaman dalam kalsium amonium nitrat 2,5% hasilnya hampir
sama dengan kontrol. Kombinasi perlakuan garam kalsium lain dapat memberikan
efek negatif pada flavor dan rasa buah mangga.
Namun konsentrasi yang terlalu tinggi seperti kalsium klorida 7,5%,
kalsium amonium nitrat 5% dan kalsium sulfat 2,5% memiliki dampak yang buruk
terhadap flavor dan rasa buah mangga.
Ini menunjukkan bahwa penundaan pematangan buah mangga dengan
menggunakan garam kalsium juga akan mempengaruhi kualitas buah.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pemberian larutan CaCl2
dengan konsentrasi 5% dapat menunda pematangan buah hingga 2-4 hari. Namun meskipun dengan direndam dalam larutan
CaCl2 yang notabene dapat menunda pematangan hingga beberapa hari
dan dapat menghambat kelunakan buah, perendaman dengan larutan CaCl2
juga memberikan dampak yang negatif pada buah yaitu dapat mengurangi kualitas
dari buah mangga seperti flavor dan aroma.
Semakin tinggi kadar CaCl2
dan semakin lama waktu perendaman, maka semakin tinggi pula kandungan Ca dalam
daging buah yang akan dapat menunda pematangan buah mangga.
B. Saran
Perlu adanya penelitian lebih
lanjut untuk menunda pematangan buah mangga tanpa mengurangi kualitas dan rasa
buah mangga.
DAFTAR PUSTAKA
Anjum, M.A and H. Ali. 2004.
Effect of Various Calcium Salts on Ripening of Mango Fruits.(On-Line). http://www.bzu.edu.pk/jrscience/vol15no1/7. pdf. Diakses
tanggal 27 Maret 2009
Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi
Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan (Petunjuk Laboratorium). PAU Pangan dan
Gizi IPB. Bogor.
Pantastico, Er.B. 1986. Fisiologi
Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan
Subtropika.Terjemahan. Kamariyani. Gadjah Mada
University
Press.Yogyakarta.
Sari, F.E, S.Trisnowati, dan S.Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar CaCl2 dan lama Perendaman
Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. (On-Line). http://www.google.co.id/ search/filetype= pdf.
Diakses tanggal 27 Maret 2009
Sutomo, Harwan.
2006. Hubungan Kadar CaCl2 Terhadap Laju Respirasi dan Pematangan Buah Mangga
Arumanis.
(On-Line). http://www.faperta-unswagati.com/PDFAgrijati/AGRI%20v3_1-5.pdf.
Diakses tanggal 11 Maret 2009
Winarno, F.G dan M.Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen.
Sastra Hudaya. Bogor.
Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan. PT.Gramedia. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
PT.Gramedia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar